🌚 Liturgi Adalah Nyanyian Untuk Memuji

KatekismusGereja Katolik (KGK) 1069)) Dalam kitab Perjanjian Baru, yaitu Surat kepada Jemaat di Ibrani, kata leitourgia dan leitourgein disebut 3 kali (lih. Ibr 8:6; 9:21; 10:11) yang mengacu kepada pelayanan imamat Kristus. Maka, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung, di mana Kristus menjadi Pengantara satu Kitamelanjutkan pembahasan seri LITURGI, hari ini tentang "Nyanyian Pujian", atau dalam bahasa Latin "Cantio". Kita membaca dari Yakobus 5:13; dan karena Minggu ini adalah Minggu Laetare menurut kalender Gereja, ayatnya adalah dari Yesaya 66:10. Yakobus 5:13, "Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa!Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!" Paduansuara gerejani adalah sekelompok orang yang bertugas menyemarakkan liturgi dengan nyanyian. Mereka semua mempunyai peran yang penting. Namun dari antara mereka, terdapat beberapa orang yang mempunyai peran lebih besar, yakni: (1) Dirigen, yang mempunyai peran sebagai pemimpin paduan suara, memilih lagu-lagu yang sesuai dengan tema ibadat, mengabdi kelompok itu dan melakukan tugasnya Alkitabdan liturgi . Memang tidak hanya mazmur yang dipakai sebagai nyanyian tetapi juga madah, madah ini adalah nyanyian dari Musa, Debora, Hana dan pada perjanjian baru ada Zakharia, Maria, dan Simeon. Digereja purba mereka menggunakan madah dan Athanasius merekomendasikan supaya nyanyian doa pagi disebut benedicite dominum (nyanyian 3 Liturgiadalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, leitourgia, yang berarti kerja bersama.Kerja bersama ini mengandung makna peribadatan kepada Allah dan pelaksanaan kasih, dan pada umumnya istilah liturgi lebih banyak digunakan dalam tradisi Kristen, antara lain umat Katolik.Kurang lebih dapat dibandingkan dengan rukun salat secara berjamaah baik pada hari-hari raya maupun hari Jumat dan dangita pernikahan. Kebanyakan adalah lagu pujian, ucapan syukur, doa dan pertobatan. Juga dapat ditemukan nyanyian (Yunani ōdē) bersejarah yang berhubungan dengan peristiwa besar di negara Israel, misalnya Mazmur 30 "untuk penahbisan Bait Suci," dan Mazmur 137, yang memotret penderitaan orang-orang Yahudi di pembuangan. Kidungkannyanyian bagi Tuhan Allah Kita! Persembahkanlah mazmur demi Keluhuran dan Kemuliaan Nama-Nya! Bersoraklah dan nyanyikan Haleluyah!!! ( Wadah para siswa-siswi SMAK St. Louis 1 untuk mengembangkan talenta bernyanyi & bermain musik untuk memuji Tuhan Allah Sumber Cinta kasih Ilahi ) Alamat: Jalan Polisi Istimewa 7 Surabaya. 1 Musik dan nyanyian merupakan bagian liturgi sendiri yang penting dan integral (liturgis) - SC.112. Musik dan nyanyian liturgi termasuk liturgi itu sendiri. Musik dan nyanyian haruslah melayani liturgi. Yang boleh menjadi musik dan nyanyian liturgi adalah musik dan nyanyian yang dapat membantu orang berjumpa dengan Tuhan dan sesamanya MusikLiturgi adalah musik yang digunakan untuk ibadat / liturgi, mempunyai kedudukan yang integral dalam ibadat, serta mengabdi pada kepentingan ibadat. Dalam Sacrosanctom Concilium (SC) art. 112 dikatakan: " Musik Liturgi semakin suci, bila semakin erat berhubungan dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih . Nyanyian adalah ungkapan hati seseorang yang diekspresikan melalui syair dan nada, yang merupakan hal penting bagi kehidupan, baik itu kehidupan secara individu maupun universal. Allah sendiri yang menciptakan nyanyian dengan tujuan agar melalui nyanyian umat ciptaannya dapat memuji dan menyembah-Nya sebagai Allah pencipta yang nyanyian juga para tokoh agama kita yang terdahulu telah memuliakan Tuhan dan menyembah-Nya. Contohnya raja Daud, di mana ia menyanyikan pujian dan mazmur bagi Allah atas pertolongan bagi orang Israel Mazmur 661, 2. Setiap kemenangan yang telah dialami oleh bangsa Israel selalu disertai dengan ungkapan syukur oleh Daud di mana ia memuji dan mengagungkan pujian itu terus berlangsung hingga pada saat ini di mana generasi kita sekarang dalam setiap gereja dan persekutuan tentunya menjadikan nyanyian sebagai salah satu bagian yang terpenting dalam ibadah untuk menyembah Tuhan. Dari zaman ke zaman nyanyian telah menjadi hal yang universal. Salah satu contohnya dapat dilihat pada penggunaan nyanyian di dalam pelaksanaan ibadah, di mana dalam suatu ibadah apabila tidak terdapat nyanyian maka ibadah itu bisa dikatakan tidak hidup sebab nyanyian merupakan sarana yang menciptakan suasana yang hidup dalam ibadah serta kesatuan, yang membawa orang dalam sikap nyanyian juga terdapat unsur yang sangat penting yaitu melalui nyanyian orang dapat mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan serta mengingatkan kembali betapa besar dan dahsyat kasih yang Allah berikan. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa yang dialami oleh umat Israel yang dipimpin oleh Nabi Musa untuk menyanyikan puji-pujian yang menyatakan kedahsyatan Allah ketika mereka berhasil menyeberangi laut Teberau dan mengalami pembebasan Keluaran 151-21.Selain nyanyian merupakan sarana yang digunakan untuk nyatakan ungkapan syukur, nyanyian juga dapat digunakan sebagai senjata yang digunakan untuk meraih kemenangan?kemanangan dalam peperangan rohani. Dari pernyataan ini dilihat bahwa nyanyian memegang peranan yang penting di mana nyanyian dapat membawa orang masuk kepada pengenalan akan Allah yang dapat mengubah kehidupan orang menuju pada jalan yang benar. “Nyanyian gereja adalah nyanyian persekutuan, dan apabila dilihat dari istilah dalam himnologi dapat dikatakan 5bahwa nyanyian orang banyak community singing”. Nyanyian yang ditempatkan Tuhan dalam hati setiap orang, akan mulai mengalir keluar dan ini terjadi secara spontan, di mana kata- kata dari nyanyian itu bukan keluar dari pikiran melainkan dari hati, sehingga ketika nyanyian itu dinyanyikan, maka orang akan mengalami kelepasan di dalam roh dan memperoleh kemerdekaan yang baru, dan apabila nyanyian itu dinyanyikan dengan Roh dan penuh pengertian kepada Tuhan, maka penyanyi- penyanyi yang di surga juga akan menyatakan syukurnya melalui pujian. Maksud dari pernyataan ini adalah nyanyian yang dinyanyikan bukanlah dilihat dari keindahan syair atau kata-kata dari nyanyian tersebut melainkan dari pengekspresiannya, sebagai salah satu wujud bahwa seseorang memiliki sikap hati yang memuji Tuhan dan yang mau bersekutu setiap gereja tentu saja terdapat nyanyian-nyanyian yang ditetapkan untuk mendukung jalannya ibadah baik itu nyanyian hymne ataupun nyanyian kontemporer yang telah disusun dalam liturgi yang merupakan tempat di mana kita menyanyikan akan sebuah pengharapan dan masa depan serta sekaligus menjadi sarana di mana umat dapat terhanyut oleh visi mengenai kerajaan yang sedang datang. Setiap pujian yang telah diatur dapat dipakai untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan. Hendaklah nyanyian yang dinyanyikan oleh setiap orang memiliki satu tujuan yaitu untuk memuji dan menyembah kepada Kristus dalam roh dan kebenaran bukan dengan seorang tokoh musik gerejawi, Manawe yang adalah seorang teolog Perjanjian Lama dari Indonesia juga memberikan perhatian dalam musik gereja. Dalam bukunya Gereja yang Bernyanyi menyebutkan musik gereja merupakan ungkapan isi hati orang percaya Kristen yang diungkapkan dalam bunyi-bunyi yang bernada dan berirama secara harmonis, antara lain dalam bentuk lagu dan Dari pennyataan ini dapat dilihat bahwa musik serta nyanyian dalam gereja mengambil peranan penting dalam peribadahan, karena musik dan nyanyian itu sangat mempengaruhi hati setiap orang dalam penyembahan kepada Allah To read the file of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. ArticlePDF Available AbstractKonteks bergereja dewasa ini adalah “perang gaya baru,” yaitu perang ibadah. Gereja-gereja kontemporer tampil dengan wajah segar dalam berbagai bidang pelayanan yang market sensitive—peka pasar, peka dengan keinginan orang-orang di zaman ini—termasuk ibadah yang ditata untuk menarik pengunjung gereja. Dampak yang diakibatkan tak dapat dibilang kecil. Kian meruncing tensi antara gereja-gereja kontemporer dengan gereja-gereja tradisional yang formal-liturgical ataupun hymn-based. Tetapi dari sekian area yang menjadi “Padang Kurusetra” perang ibadah itu, musik dan nyanyian gereja merupakan area yang penuh ranjau! ... Makalah ini berusaha menolong jemaat untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dalam memilih nyanyian gereja. Jangkauan tulisan ini yaitu pada teologi nyanyian jemaat, tempat nyanyian jemaat dalam liturgi gereja serta kandungan teologis sebuah himne. Terhadap “perang ibadah” dan khususnya “perang musik,” keputusan kita sering dikendalikan oleh dua hal 1 menurut selera kita; atau 2 menurut kebiasaan yang selama ini berlaku. Cara pertimbangan seperti ini tentu tidak tepat. Sebagai gereja Kristen, kita seharusnya mempertimbangkan tiga hal untuk bersikap 1 selaras dengan Kitab Suci, 2 dengan mempertimbangkan tradisi gereja, serta 3 konteks budaya di mana gereja berada. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. VERITAS 8/2 Oktober 2007 205-229MENGENAL NYANYIAN GEREJADAN TEMPATNYA DALAM LITURGININDYO SASONGKOPENDAHULUANKonteks bergereja dewasa ini adalah “perang gaya baru,” yaitu perang Gereja-gereja kontemporer tampil dengan wajah segar dalam berbagai bidang pelayanan yang market sensitive—peka pasar, peka dengan keinginan orang-orang di zaman ini—termasuk ibadah yang ditata untuk menarik pengunjung gereja. Dampak yang diakibatkan tak dapat dibilang kecil. Kian meruncing tensi antara gereja-gereja kontemporer dengan gereja-gereja tradisional yang formal-liturgical ataupun hymn-based. Tetapi dari sekian area yang menjadi “Padang Kurusetra”2 perang ibadah itu, musik dan nyanyian gereja merupakan area yang penuh ranjau!Makalah ini berusaha menolong jemaat untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dalam memilih nyanyian gereja. Jangkauan tulisan ini yaitu pada teologi nyanyian jemaat, tempat nyanyian jemaat dalam liturgi gereja serta kandungan teologis sebuah Terhadap “perang ibadah” dan khususnya “perang musik,” keputusan kita sering dikendalikan oleh dua hal 1 menurut selera kita; atau 2 menurut kebiasaan yang selama ini berlaku. Cara pertimbangan seperti ini tentu tidak tepat. Sebagai gereja Kristen, kita seharusnya mempertimbangkan tiga hal untuk bersikap 1 selaras dengan Kitab Suci, 2 dengan mempertimbangkan tradisi gereja, serta 3 konteks budaya di mana gereja berada. Kitab Suci adalah norma tertinggi dan otoritas yang mutlak bagi pranata gereja norma normans non normata, namun kita pun harus menerima fakta bahwa setiap orang Kristen mendekati Alkitab melalui tradisi gereja. Dengan 1Thomas G. Long, Beyond the Worship Wars Building Vital and Faithful Worship Bethesta Alban Institute, 2001 kisah pewayangan Jawa, Padang Kurusetra adalah medan pertempuran puputan trah Bharata, antara Pandawa dan Kurawa yang terkenal sebagai terbatasnya ruang, maka makalah ini mengesampingkan pembahasan mengenai jenis musik apa yang seharusnya masuk dalam gereja. Hal ini sebenarnya banyak dinantikan oleh generasi muda, misalnya mengenai pertanyaan apakah musik rock boleh dipakai dalam kebaktian. 206 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanankata lain, titik start seseorang untuk mendekati Alkitab dan memahaminya adalah melalui tradisi gereja. Apakah tradisi gereja tidak dapat khilaf? Tentu dapat. Tetapi berhasrat menjadi gereja yang alkitabiah tanpa mempertimbangkan tradisi gereja dengan arif dan kritis hanya akan menjerumuskan kita kepada satu bentuk bidat gaya baru. Sebuah gerakan spiritual Kristen dikategorikan sebagai bidat apabila mengklaim pengajarannya dan pranata-pranatanya sebagai yang paling benar dan mengabaikan tradisi yang sudah ada sebagai pihak yang menyimpang, ataupun tidak mau duduk di bawah pengajaran bapa-bapa gereja. Dalam pada itu, tradisi mana yang harus menjadi pertimbangan kita? Menurut hemat penulis, yaitu tradisi Reformasi yang melahirkan gereja-gereja Protestan. Mengapa demikian? Tradisi Reformasi berusaha mempertahankan katolisitas dalam pengajaran gereja Tuhan. Dengan perkataan lain, karakteristik tradisi Reformasi adalah “katolik.”4 Reformasi tidak bermaksud membuat sebuah “tradisi” yang baru, tetapi melanjutkan pokok-pokok pengajaran yang diwariskan oleh bapa-bapa gereja berabad-abad sebelumnya. Para reformator arus utama disebut “murid-murid bapa gereja”! Martin Luther menimba pemahaman dari St. Augustinus dari Hippo. Yohanes Calvin, walaupun di satu sisi sangat kritis dengan tradisi Katolik Roma pada waktu itu, ternyata banyak sekali dipengaruhi juga oleh St. Augustinus dan mistikus Katolik St. Bernardus dari Pertimbangan selanjutnya untuk bersikap adalah konteks, sehingga gereja dan segenap pranatanya bukan merupakan “fotokopi” dari satu kebudayaan asing. Terkadang gereja tidak berani menjadi otentik dalam konteksnya. Katakanlah, kita di Indonesia mewarisi kekristenan dari Eropa, dan saat ini banyak gereja kontemporer mengimpor pranata gereja populer dan karismatik dari Negeri Paman Sam, Amerika Serikat—yang akhirnya menjadi subkultur gereja-gereja pada masa kini! Sebaliknya, gereja perlu mengekspresikan pemahaman iman dalam konteks budaya setempat. Mencermati perkataan Max L. Stackhouse, “[W]e are still in the age of contextualizing the faith, an age which extends from Pentecost to the eschaton, and a faith that is relevant to every particular context.”6 Nyanyian gerejawi pun perlu C. Sproul, What is Reformed Theology? Understanding the Basics Grand Rapids Baker, 2005 Anthony N. S. Lane, John Calvin Student of the Church Fathers Edinburgh T & T Clark; Grand Rapids Baker, 1999.6“Contextualization, Contextuality, and Contextualism” dalam One Faith, Many Cultures Inculturation, Indigenization, and Contextualization ed. Ruy O. Costa; Maryknoll Orbis, 1988 12. 207Mengenal Nyanyian GerejaHIMNE DALAM GEREJA PERJANJIAN BARUMarilah kita mengamati tempat himne dalam gereja PB. Bila kita amati, gereja PB melanjutkan tradisi yang diturunkan oleh Alkitab Ibrani dan orang-orang Yahudi pada zaman MazmurDalam Alkitab Ibrani, Kitab Kidung Mazmur tidak hanya berisi lagu-lagu religius, tetapi lagu-lagu lain yang mempunyai latar belakang dalam lagu sekular dan populer pada zaman itu, seperti lagu-lagu untuk kerja, gita cinta, dan gita pernikahan. Kebanyakan adalah lagu pujian, ucapan syukur, doa dan pertobatan. Juga dapat ditemukan nyanyian Yunani ōdē bersejarah yang berhubungan dengan peristiwa besar di negara Israel, misalnya Mazmur 30 “untuk penahbisan Bait Suci,” dan Mazmur 137, yang memotret penderitaan orang-orang Yahudi di pembuangan. Mazmur sendiri merupakan bagian penting dalam ibadah di Bait Suci; kitab kidung Mazmur menjadi buku kidung liturgis standar ibadah umat Himne dalam Gereja PerdanaGereja sebenarnya mewarisi harta karun di dalam Alkitab Ibrani Perjanjian Lama yang memuji Allah dengan 1 menyanyikan lagu-lagu bernada sederhana dan beritme ajeg, 2 nyanyian jemaat dengan pengulangan bercorak antifonal dan responsori mazmur, 3 melodi-melodi yang diolah untuk satu kata misalnya Alleluia. Dalam sinagoge Yahudi, gaya membaca dengan lantunan nada dipakai dalam pembacaan kitab, doa-doa dan 7Ibadah memasukkan mazmur terpilih untuk tiap-tiap hari selama seminggu. Mazmur 24 untuk hari I, Mazmur 48 untuk hari II, Mazmur 82 untuk hari III, Mazmur 94 untuk hari IV, Mazmur 81 untuk hari V, Mazmur 93 untuk hari VI, dan Mazmur 92 untuk hari Sabat. Setelah mempersembahkan kurban, pada ibadah pagi umat mengidungkan Mazmur 1051-5 dan Mazmur 96 untuk ibadah malam. Mazmur-mazmur Hallel Mzm. 113-118, 120-136, 146-148 dinyanyikan pada pesta Paskah. Pada masa pascapembuangan, nyanyian Mazmur dipindahkan dari bait suci ke sinagoge, yang di kemudian hari mempengaruhi gereja E. Webber, Worship Old & New A Biblical, Historical, and Practical Introduction ed. rev.; Grand Rapids Zondervan, 1994 197. Gereja kontemporer, khususnya dari aliran Pentakosta dan Kharismatik, mendefinisikan secara sui generis bahwa mazmur adalah lantunan kata-kata dalam nada-nada minor yang terus diulang-ulang, sebagai bentuk pujian yang keluar dari hati penyembah. Namun, bukan pengertian tersebut yang dimaksudkan dalam artikel ini. 208 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananDari survei di atas terlihat dengan jelas peran penting nyanyian jemaat dalam gereja PB. Mazmur tetap dipertahankan. Bahkan Hughes Oliphant Old, teolog reformed sekaligus pakar liturgi Protestan, berkata bahwa Mazmur merupakan pusat puji-pujian gereja PB. Bentuk ini juga yang melahirkan “mazmur-mazmur PB,” seperti Magnificat atau Nyanyian Maria Luk. 146-55, Benedictus atau Nyanyian Zakharia Luk. 168-79 serta Nunc Dimittis atau Nyanyian Simeon Luk. 229-32.Mazmur-mazmur PB ini ditulis dalam genre jenis sastra mazmur ucapan syukur lih. Mzm. 100. Dari sudut pandang teologi perjanjian, ada indikasi yang kuat bahwa mazmur PB merupakan pemenuhan mazmur Umat Ibrani mengucap syukur karena Allah memerintah umat dan alam semesta. Sekarang, Mesias Yesus memerintah segala sesuatu, karena itu bukanlah suatu konsep asing bila umat perjanjian baru menaikkan syukur atas pemerintahan Allah. Sementara itu, komposisi-komposisi baru kidung puji-pujian himne berkembang pula dengan pesatnya. Ada jenis nyanyian kuno lain lagi dalam PB, yakni lirik-lirik pendek yang didendangkan seperti “Amin” Amen, “Alleluia” dan “Kudus, kudus, kudus” Sanctus.Surat-surat Rasul PaulusRasul Paulus menyebut tiga jenis nyanyian umat mazmur psalmos, himne hymnos dan nyanyian rohani ōdē. Ia menasihati jemaat dalam Efesus 519, “dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyilah dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” Demikian juga dalam Kolose 316, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.”Menyanyikan Mazmur merupakan kebiasaan yang diwarisi dari ibadah di sinagoge, dan kita dapat berasumsi bahwa “mazmur” Kristiani mengikuti gaya berkidung Yahudi. Istilah “himne” sangat mungkin mengacu kepada teks-teks yang digubah dalam bentuk puisi, bisa jadi mengikuti model mazmur, hanya kini ditujukan untuk memuji Kristus. “Nyanyian” merujuk kepada lagu yang lebih spontan, keluar dari hati yang meluap, bergaya kontemporer dan dinyanyikan secara melismatic dinyanyikan hanya dalam 1 nada dan kemungkinan cikal bakal nyanyian Alleluia. Ada dugaan bahwa nyanyian ini mirip dengan yang ditemukan dalam kelompok mistik Yahudi, yakni doa yang 9Hughes O. Old, Worship Reformed According to the Scripture ed. rev.; Louisville Westminster/John Knox, 2002 37. 209Mengenal Nyanyian Gerejadinyanyikan secara ekstatis, atau dendangan tanpa kata-kata. Namun, hal yang baru saja dikemukakan ini tidak dapat dijadikan norma bagi istilah “nyanyian.”“Mazmur” psalmos diturunkan dari kata psallō yang artinya “memetik atau memainkan instrumen berdawai,” maka berarti “suatu nyanyian yang dilantunkan dengan alat musik berdawai.” Penemuan Gulungan Laut Mati 1QH dan 11QPsa dan kitab Mazmur Salomo memberikan titik terang kepada kita bahwa tradisi Yahudi pada abad I telah mempraktikkan nyanyian-nyanyian mazmur gaya baru untuk digunakan dalam ibadah di sinagoge, dan hal ini berlanjut hingga periode PB. Gereja perdana tampaknya memang memakai kitab kidung Mazmur, tetapi tidak berhenti sampai di situ saja. Gereja memiliki kecakapan untuk mengadaptasi tema-tema teologi PL dan menggubahnya sebagai komposisi nyanyian Kristen. Lebih kurang berpadanan dengan mazmur, yaitu “kidung pujian” hymnos merujuk kepada kidung yang biasanya ditujukan bagi dewata atau para pahlawan dalam dunia Greko-Romawi. Di Kisah 1625, Paulus dan Silas menyanyikan hymnos dalam penjara. Di Ibrani 212, penulis mengutip Mazmur 2223 di mana pemazmur memuji Allah di tengah-tengah jemaat. Maka, dapat disimpulkan bahwa hymnos merupakan “nyanyian untuk memuji-muji Allah.” J. B. Lightfoot pernah mengatakan bahwa mazmur adalah nyanyian yang digubah langsung dari Alkitab, sedangkan himne adalah karangan yang khas dari gereja Kristen; namun pandangan ini belumlah final. Dari penyelidikannya, James D. G. Dunn akhirnya menyimpulkan bahwa orang-orang Kristen perdana juga memakai himne-himne yang diambil dari luar Alkitab, dan hal ini tidak diperdebatkan hingga abad III Kata ketiga, ōdē dipakai sebagai lagu penguburan jenazah dalam suatu tragedi tetapi lebih sering mengacu kepada nyanyian sukacita atau sekadar nyanyian saja. Di PB dipakai pula dalam Wahyu 59; 143; 153. Kata sifat yang menyertainya, “rohani,” merupakan suatu lagu yang dilantunkan oleh ilham langsung dari Roh Kudus dalam Efesus 519, menyanyi berhubungan dengan kepenuhan Roh Kudus. Apakah ini merujuk kepada glossolalia, ricauan ekstatis non-gramatik? Sangat sulit menyimpulkan demikian, sebab kata ini berada dalam konteks pengajaran dan kehidupan berjemaat yang saling menasihati; mungkinkah berkata-kata satu sama lain dalam bahasa-bahasa yang tidak dimengerti? Tetapi yang jelas yakni adanya unsur spontanitas dari dalam hati. Menurut N. T. Wright, ketiga istilah yang dipakai di ayat ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya nyanyian-nyanyian Kristen dan kiranya tidak dipersempit menjadi satu jenis saja atau dibatasi hanya untuk keperluan ibadah 10The Epistle to the Colossians and Philemon NIGTC; Grand Rapids Eerdmans; Carlisle Paternoster, 1996 238. 210 Veritas Jurnal Teologi dan Pada akhirnya, kita mengerti bahwa gereja Paulin berdasarkan tradisi Paulus memandang penting puji-pujian kepada di atas semakin dapat kita pahami dengan jelas apabila memperhatikan parafrase Efesus 519,dengan berkata-kata seorang kepada yang lain dalam mazmur-mazmur, himne dan nyanyian-nyanyian yang diinspirasikan Roh, dengan menyanyikan nyanyian-nyanyian dan memainkan alat musik dengan segenap hatimu kepada klausa memiliki fokus perhatian yang spesifik Pertama, klausa pertama berdimensi horisontal dengan titik berat pada hubungan antarjemaat, sangat mungkin dalam ibadah formal tetapi bisa dalam kesempatan lain pula. Di Efesus, kata yang lebih umum dipakai, “berkata-kata,” sedangkan di Kolose kata khusus “mengajar dan menegur.” Dalam hal ini rasul memaksudkan hal yang sama, yaitu adanya pengajaran, penguatan iman dan penghiburan dengan cara beragam nyanyian yang diilhamkan Roh. Ragam nyanyian itu disebut “rohani” tidak semata-mata berciri spontan atau ekstatis mengalami ekstase; fokus utamanya adalah Sumber inspirasi nyanyian itu—Roh Kudus. Fakta bahwa seorang jemaat berkata-kata kepada yang lain mengungkapkan bahwa rasul menghendaki adanya komunikasi ibadah yang dapat dimengerti—bukan meditasi, ucapan yang tidak dapat dimengerti atau klausa kedua berdimensi vertikal dengan titik berat pada menyanyi dengan seluruh keberadaan kepada Tuhan. “Hati” merujuk kepada totalitas kehidupan seorang Kristen. Maka, pujian seharusnya dipersembahkan dari dalam hati kepada Tuhan yang satu itu, yakni Yesus Kristus. Fokus nyanyian rohani adalah Yesus sebagai Tuhan, Sang Putra yang telah mewujudnyatakan pengharapan keduanya bukan dua aktivitas yang berbeda. Berkata-kata dengan mazmur, kidung pujian dan nyanyian mengingatkan jemaat yang lain kepada Allah yang berkarya di dalam Tuhan Yesus Kristus, tetapi sekaligus—pada momentum yang sama—jemaat menaikkan pujian kepada Tuhan Yesus “dengan seluruh keberadaannya.” Jadi, dengan menyanyi dan memainkan musik, maka tiap-tiap jemaat diajar dan diteguhkan imannya dan pujian 11Colossians and Philemon TNTC; Leicester InterVarsity; Grand Rapids Eerdmans, 1986 e`autoi/j Îevn yalmoi/j kai. u[mnoij kai. wvdai/j pneumatikai/j a;dontej kai. ya,llontej th/ kardi,a u`mw/n tw/ kuri,w. Perhatikan, “mazmur” dan “nyanyian” membentuk struktur khiastik a b b’ a’, sehingga “berbicara dalam mazmur dan nyanyian” sejajar dengan “menyanyikan nyanyian dan memainkan musik.” 211Mengenal Nyanyian Gerejadipersembahkan kepada Tuhan Yesus. Satu nyanyian memiliki dua fungsi dan tujuan sekaligus!Kitab WahyuDalam Wahyu pun bertebaran kidung puji-pujian yang diunjukkan bagi Kristus Pemenang. Wahyu dapat dipahami sebagai Kitab Konflik, Kitab Kemenangan, namun lebih dari itu Kitab Perayaan. Kitab ini merayakan kemenangan Kristus, dengan puji-pujian yang berpusatkan Kristus sebagai klimaks karya Allah. Wahyu merekam banyak sekali nyanyian-nyanyian ibadah jemaat yang bernuansa kidung kemenangan mis. 59-10; 1117-18; 1210-12; 153-4; 196-8. Perhatikan Wahyu 48,Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan “kudus” yang diulang tiga kali menyatakan penegasan. Dalam ilmu tafsir, pengulangan kata menunjukkan penekanan, maka pengulangan kata “kudus” hingga tiga kali menyatakan penekanan yang lebih lagi. Para ahli menyatakan bahwa Sanctus merupakan teks liturgis tertua yang dimiliki oleh gereja. Tak dapat diragukan teks ini diambil dari Yesaya 63. Kekudusan Tuhan menarik garis antara Allah sebagai The Wholly Other, “Ia yang Sama Sekali Lain,” dari ciptaan, dan Allah akan bersegera dalam menjalankan penghakiman-Nya. Allah disebut sebagai “Yang Mahakuasa” ho pantokrator—gelar teknis favorit penulis Wahyu bagi Allah, berarti Ia yang memiliki kuasa dan pemerintahan atas segala ciptaan. Yang “sudah ada, ada, dan akan datang” bdk. Why. 18 menegaskan kekekalan dan kedaulatan mutlak Allah—bahwa Allah saja yang mengendalikan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Menurut Robert H. Mounce, ketiga penunjuk waktu ini merentangkan pemahaman mengenai penyataan nama “Yahweh” dalam Kel. 314, “AKU ADALAH AKU.” Wahyu 59-10,Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya “Engkau layak menerima gulungan kitab itu 13The Book of Revelation NICNT; rev. ed.; Grand Rapids Eerdmans, 1998 126. 212 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayanandan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.”Ide “nyanyian baru” untuk merayakan kedaulatan dan betapa layaknya Allah sering muncul dalam Mazmur, di mana frase itu mengungkapkan ibadah baru yang diilhami oleh kemurahan atau rahmat Allah. Di Yesaya 4210, “nyanyian baru” berhubungan dengan eskatologi dan penyataan “hamba TUHAN” dan “sesuatu yang baru.” Dalam Wahyu 143, “nyanyian baru” dihubungkan dengan kehadiran kerajaan akhir, dan di sini nyanyian yang baru merayakan fondasi kerajaan tersebut telah diletakkan, yaitu pengurbanan Sang Anak Domba Allah. Penggunaan kainos, “baru” di sini, dan bukan neos, “baru”—kata terakhir tidak dipakai dalam Wahyu—menegaskan sifat kualitatifnya, bukan perihal baru secara temporal, jenis atau gaya baru yang tidak kuno. Sifat kualitatif juga dipakai untuk “Yerusalem baru” serta “langit baru dan bumi baru”; sehingga nyanyian baru tersebut merupakan berita antisipatif akan zaman yang baru, yang akan segera datang itu, pemerintahan Kristus di dalam Kerajaan-Nya yang sempurna. Komposisi nyanyian ini adalah 1 pernyataan betapa layaknya Sang Anak Domba, 59a; 2 karya keselamatan Sang Anak Domba, 59b; dan 3 efek bagi para pengikut Sang Anak Domba, 5 Melihat keindahan Kitab Wahyu yang penuh kidung pujian, maka tak berlebihan bila John Stott menyebut kitab ini sebagai sebuah sursum corda, “Angkatlah hatimu!”—suatu seruan agar gereja bersorak-sorai oleh karena mahadaya karya Allah di dalam dan melalui Sang 14Grant R. Osborne, Revelation BECNT; Grand Rapids Baker, 2002 in Heaven” dalam serial khotbah The Future Belongs to Jesus London All Souls Church, 1999 format MP3. 213Mengenal Nyanyian GerejaKesimpulanPertama, isi berita nyanyian jemaat di PB merupakan gema crescendo dari nyanyian PL. Pusat pemberitaan nyanyian umat Allah adalah karya Allah yang maha dahsyat. Gereja memahami jati dirinya sebagai pewaris perjanjian Allah, yang sama dengan para leluhur iman di PL, dan karena itu apa yang dinyatakan PB harus dilihat dalam kacamata teologi perjanjian. PB tidak akan pernah ada tanpa PL. PB juga tak dapat berdiri independen tanpa Maka, warta yang terkandung dalam nyanyian-nyanyian jemaat di PB sesungguhnya adalah karya Allah yang sudah dinyatakan dalam PL, yang kini mencapai klimaksnya dalam Mesias Yesus dan Roh Kudus yang dicurahkan oleh Bapa serta Sang Mesias. Perhatikan Kolose 115-20,15. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,16. karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu, dan segala sesuatu ada di dalam Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,20. dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. Kedua, nyanyian jemaat merupakan suatu dialog, semacam percakapan; subjek dan objek pembicaraan dalam nyanyian jemaat tidak selalu sama. Suatu kali, Allah sebagai subjek berbicara kepada manusia. Di kali lain, manusia kepada Allah. Lain kali lagi, manusia kepada manusia tentang Allah. Dan di kesempatan lain, manusia berbicara kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, nyanyian jemaat tidak dibuat dalam bentuk-bentuk esoteris-ekstatis—bahasa-16“Music and Musical Intruments” dalam Baker Encyclopedia of the Bible ed. W. A. Elwell; Grand Rapids Baker, 1995 214 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayananbahasa rahasia yang sulit dipahami—tetapi memakai bahasa yang menjadi alat komunikasi nyanyian jemaat memiliki pola atau patron yang khas. Dalam puisi Ibrani dikenal adanya sajak, paralelisme dan majas. Puisi disajikan dalam baris-baris teratur dan terikat tidak bebas, sangat memprioritaskan keselarasan bunyi bahasa, baik berupa kesepadanan bunyi, kekontrasan, maupun kesamaan. Mary Hopper menegaskan mengenai himne di PB, “These texts are set apart by their formal poetic structure and their ardor of enthusiasm.’ ”17 Nyanyian jemaat, dengan demikian, merupakan karya susastra bermutu tinggi dan dikerjakan dengan sangat serius serta melibatkan aspek intelektual. Inilah bukti bahwa Allah berkehendak agar umat mengasihi-Nya dengan segenap keberadaan mereka lih. Ul. 65; bdk. Mrk. 1230 dan ayat-ayat paralelnya, dan adanya aturan untuk beribadah bagi umat Allah Mzm. 1224, sehingga segala sesuatu berlangsung dengan tertib, sopan dan teratur 1Kor. 1433, 40.Keempat, terdapat ruang yang cukup luas untuk berkreasi. Gubahan-gubahan kidung baru bertebaran di PB. Contohnya Carmen Christi, “Kidung Kristus” dalam Filipi 26-11, 6. [Kristus] yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,7. melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,10. supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,11. dan segala lidah mengaku “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!17Ibid. 1509. 215Mengenal Nyanyian GerejaAda semacam deviasi dari kaidah standar puisi Ibrani dalam kidung di atas tidak ada paralelisme antarbaris, dalam aturan syair, panjangnya serta suku-suku kata yang diberi tekanan. Dapat kita simpulkan, meski Allah menghendaki adanya ketertiban dengan adanya aturan dan patron yang jelas, Allah juga memberikan kemerdekaan dalam ibadah. Patron dan kemerdekaan, adalah karakteristik ibadah Kristen yang dipertahankan dalam gereja-gereja Reformasi. Demikian pula seharusnya dalam puji-pujian TEOLOGIS HIMNE GEREJAWIDari penggalian biblis terhadap nyanyian-nyanyian gereja PB di atas, sekarang marilah kita menyarikan motif-motif teologis himne motif kebenaran truth. Kita dapat menyebutkan motif pertama ini motif “doktrinal.” Dalam menyusun doktrin, maka Alkitab, tradisi, penalaran, konteks dan pengalaman merupakan pilar-pilarnya. Tak jauh berbeda dengan menggubah himne. Dengan perkataan lain, himne adalah doktrin. Himne pun memiliki fungsi layaknya doktrin, yaitu 1 edifikasi, 2 doksologi dan 3 proklamasi. Sebagai edifikasi, peran himne harus mampu meneguhkan iman jemaat akan kebenaran-kebenaran dasar iman Kristen. Singkatnya, himne mengambil peran dalam pengajaran jemaat. Himne juga berfungsi sebagai doksologi, sebab ia merupakan puji-pujian kepada keagungan Tuhan Yesus Kristus; pada saat yang sama keberanian untuk memuji Kristus merupakan proklamasi di hadapan dunia. Menyebut Yesus adalah Tuhan dalam pujian berarti kita berani mendeklarasikan diri kita sebagai umat yang dipimpin oleh Mesias Yesus. Contoh himne untuk Perjamuan Kudus gubahan St. Thomas Aquinas,Lauda, Sion, Salvatorem . . . .Pange, lingua, gloriosi Corporis mysterium . . . .Verbum supernum prodiens, nec Patris. . . . Atau “Love Divine, All Loves Excelling” oleh Charles Wesley,Finish then Thy new creation, pure and spotless let us be;Let us see Thy great salvation, perfectly restored in Thee;18Baca N. T. Wright, “Freedom and Framework, Spirit and Truth Recovering Biblical Worship,” The Journal Series, Calvin College 11 January 2002 Wainwright, Doxology The Praise of God in Worship, Doctrine and in Life New York Oxford University Press, 1980 203. 216 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananChanged from glory into glory, till in heaven we take our place,Till we cast our crowns before Thee, lost in wonder, love, and motif kebaikan goodness. Atau kita dapat sebut sebagai motif “eksistensial.” Hal ini lebih dari sekadar pengalaman privat ataupun ekspresi emosional. Kebaikan erat kaitannya dengan seluruh keberadaan manusia—singkatnya, kehidupan Kristiani secara total. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai gambar-Nya “sungguh amat baik.” Dengan demikian, himne harus dapat mengekspresikan sukacita, pergulatan hidup, etos kerja keras, doa-doa, derita dan sengsara hidup, pengharapan untuk menikmati keselamatan seutuhnya, dan syafaat umat bagi dunia. Dalam hal ini, pendobrakan dalam sejarah himne dimulai oleh kejeniusan dan pengaruh besar dari Isaac Watts 1674-1748.20 Ia bereaksi terhadap Calvin yang memutlakkan pemakaian Mazmur dalam ibadah gereja; dan menurutnya hal ini pun tidak sesuai dengan semangat injil-injil. Sebab, dalam injil-injil, dan PB pada umumnya, digubah nyanyian-nyanyian baru. Mulai sejak itu, unsur eksistensial—kehidupan Kristiani yang utuh—dimasukkan dalam himne-himne. Namun harus tetap dicatat, meski terdapat unsur eksistensial, fokus utama tetaplah Allah dan karya- Nya. Contoh “When I Survey the Wondrous Cross” oleh Isaac Watts,Were the whole realm of nature mine,That were an offering far too small;Love so amazing, so divine,Demands my soul, my life, my motif keindahan beauty. Kita menyebut pula motif “puitis dan kesalehan.” Seni dan spiritualitas berpadu harmonis dalam himne; atau, terdapat sentuhan kreativitas manusia serta unsur mistis kebersatuan orang percaya dengan Allah. Ada ahli yang menyebutnya sebagai ecstatic reason, “penalaran ekstatis.” Himne, dengan demikian, merupakan urusan yang integral antara rasio dan spiritualitas. Kata-kata himne yang diikat dalam aturan-aturan susastra harus dapat mengantar umat pada rasa takjub dan takzim kepada misteri rencana agung keselamatan dari Allah. Contoh “And Can It Be that I Should Gain” oleh Charles Wesley,He left His Father’s throne above—So free, so infinite His grace—Emptied Himself of all but love,And bled for Adam’s helpless Worship Old & New 199-200. 217Mengenal Nyanyian GerejaTis mercy all, immense and free,For, O my God, it found out me!Bila demikian, bagaimanakah kita seharusnya menyanyikan himne? Dari pemahaman mengenai motif internal lagu, marilah kita menelaah sisi teologis tentang bagaimana seharusnya menyanyikan himne gerejawi. Pertama, himne dinyanyikan dari dalam hati. Ibadah dimulai dari rumah, dan sebab itulah setiap orang yang pergi untuk menghadap Allah kiranya mempersiapkan hatinya dengan sungguh-sungguh. Allah tidak sedang menantikan persembahan harta, tetapi hati kita. Allah tidak membutuhkan lagu, tetapi hati kita yang terarah kepada Dia. Hati yang siap menyembah akan menaikkan pujian dengan penuh ketulusan. Kedua, himne dinyanyikan bersama jemaat lokal. Seseorang tidak pernah menjadi Kristen solitaire, seorang diri. Setiap orang Kristen terisap dalam persekutuan orang percaya yang disebut gereja, dan masing-masing pribadi memiliki pergumulan hidup. Ada yang siap menyanyi, ada pula yang tengah bergulat dengan masalah dan kesedihan. Nyanyian jemaat seharusnya mampu menyatakan sukacita dan kesedihan jemaat, dan diikat dalam satu hati maupun satu suara. Bila seseorang terluka, yang lain mendoakannya. Oleh karena itu, nyanyian jemaat perlu ditata agar dapat menyapa semua perasaan umat yang beribadah tetapi bukan ditujukan untuk memuaskan perasaan dan keinginan jemaat.Ketiga, himne dinyanyikan bersama gereja di sepanjang zaman. Cakupan siapa saja yang termasuk umat Allah jauh lebih luas daripada sekadar jemaat lokal. Ketika menyanyikan Mazmur, kita sesungguhnya sedang mengikatkan diri dengan jemaat yang bernyanyi pada zaman Raja Daud di masa lampau. Misalnya, “O God, Our Help in Ages Past” KJ 330, “Kau, Allah, Benteng yang Baka” diambil dari Mazmur 90 yang membawa kita sampai ke zaman Musa O God, our help in ages past, Our hope for years to come,Our shelter from the stormy blast, and our eternal home!Under the shadow of Thy throne, Still may we dwell secure;Sufficient is Thine arm alone, And our defense is berutang ide kepada Emily R. Brink dari Calvin Institute of Christian Worship, Calvin College, Michigan, khususnya melalui makalahnya “A Glimpse of Hymnology Praying Our Songs and Singing Our Prayers,” makalah yang disampaikan dalam Pertemuan Raya Pemusik Gereja di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor, 17 Agustus 2006. 218 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananBefore the hills in order stood, Or earth received her frame,From everlasting Thou art God, To endless years the thousand ages in Thy sight, Are like an evening gone;Short as the watch that ends the night, Before the rising God, our help in ages past, Our hope for years to come,Be Thou our guide while life shall last, and our eternal home!Musa mula-mula menggubah syair mazmur itu, para ahli kitab kemudian menyalinnya. Orang lain menerjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan akhirnya ke bahasa Inggris. Lebih dari tiga ratus tahun yang lalu, Isaac Watts 1674-1748 menggubah sebuah syair berdasarkan mazmur tersebut. Seseorang yang lain menulis lagunya. Seseorang lain lagi membawanya ke Amerika, dan orang lain membawanya pula hingga tiba ke Indonesia. Kalau begitu, tiap kali menyanyikan mazmur ini, kita pun sedang mengikatkan diri kita dalam satu ibadah menyembah Allah bersama-sama dengan Musa, hamba Allah. Hendaklah kita selalu ingat, Musa masih hidup hingga saat ini, yakni di hadirat Allah. Jadi, apabila kita sedang menyanyikannya, maka sebenarnya kita bernyanyi bersama dengan umat yang dulu telah dan kelak akan menyanyikannya. Inilah harta warisan gereja Tuhan!Keempat, himne dinyanyikan bersama gereja di segala tempat. Umat Allah bernatur universal, meliputi kelima benua di bumi. Visi Allah yakni ketika Yerusalem baru hadir di bumi, matahari dan bulan tak lagi diperlukan sebab kemuliaan Allah meneranginya dan Anak Domba menjadi lampunya, serta “bangsa-bangsa akan berjalan di dalam cahayanya dan raja-raja di bumi membawa kekayaan mereka kepadanya” Why. 2124. Kaum pilihan Allah yang berasal dari segala ras serta suku bangsa datang menghadap kepada Allah dan menaikkan sembah bakti mereka kepada Allah. Visi ini telah terpancar melalui pengakuan iman yang am harfiah “katolik”, yakni Pengakuan Iman Rasuli. Tetapi visi ini juga mengejawantah dengan cara membawa pergumulan umat Allah di belahan bumi lain dalam doa dan pujian umat yang sedang beribadah. Itulah sebabnya, kitab kidung yang baik tidak hanya mencantumkan sederetan lagu yang berasal dari satu benua, tetapi mewakili kelima benua di dunia. Kelima, himne dinyanyikan bersama semua ciptaan. Kita seharusnya sadar bahwa kita sedang bernyanyi bersama ciptaan. Perhatikan Mazmur 191-5 dan khususnya 984, 8Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, Bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah! 219Mengenal Nyanyian GerejaBiarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung bersorak-sorai bersama-samaDemikian pula Mazmur pamungkas Mazmur 1506, “Biarlah segala yang bernapas memuji TUHAN! Haleluya!” Pemandangan akbar ini seolah-olah hendak menyerukan warta bahwa semua ciptaan bak orkestra akbar dan manusia adalah konduktornya. Pujian yang dinaikkan oleh seisi alam semesta terdengar harmonis bila kebenaran, kebaikan dan keindahan nyata hadir dalam ciptaan. Inilah visi besar bagi segenap ciptaan metanarasi?, yang hingga saat ini belum juga sempurna, namun pengharapan itu pasti sebab Kristus Yesus telah menebusnya. Orkestra akbar itu harus tetap dimainkan, makin lama makin baik; dan melalui jalan itu setiap umat Allah diingatkan bahwa dalam memuji, mereka tengah menaikkan baik sukacita dan duka segenap makhluk ciptaan ke hadirat Allah. Perhatikan nyanyian “All Creatures of Our God and King,”All creatures of our God and King, lift up your voice and with us sing,Alleluia! Alleluia! Thou burning sun with golden beam, Thou silver moon with softer gleam! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia Thou rushing wind that art so strong, Ye clouds that sail in heav’n along,O praise Him! Alleluia! Thou rising morn, in praise rejoice,Ye lights of evening find a voice! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! O flowing waters, pure and clear, make music for your Lord to hear,O praise Him! Alleluia! O fire, so masterful and bright,Providing us with warmth and light. O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia!Dear mother earth, who day by day unfolds rich blessings on our praise Him! Alleluia! The fruits and flow’rs that verdant grow,Let them his praise abundant show. O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! And all ye men of tender heart, forgiving others, take your part,O sing ye! Alleluia! Ye who long pain and sorrow bear,Praise God and on Him cast your care! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! 220 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananAnd you, most kind and gentle death, Waiting to hush our final breath,O sing ye! Alleluia! You lead to heav’n the child of God,Where Christ our Lord the way has trod. O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! Let all things their Creator bless, and worship Him in humbleness,O praise Him! Alleluia! Praise, praise the Father, praise the Son,And praise the Spirit, Three in One! O praise Him, O praise Him!Alleluia, Alleluia, Alleluia! Keenam, himne dinyanyikan bersama seisi surga. Ketika memuji, kita pun sedang bernyanyi bersama orang-orang kudus dan malaikat yang sekarang ini tengah menaikkan puji-pujian di seputar takhta Allah Why. 4 dan 5. Kita bernyanyi bersama orkestra semesta, namun terlebih dari itu kita pun bergabung dengan orkestra dan paduan suara surgawi. Nabi Yesaya di PL dan Yohanes sang pelihat di PB diizinkan untuk mengintip apa yang sedang terjadi di dalam surga. Suatu pemandangan yang sangat memukau. Mereka yang meninggal ternyata tidak mati jiwanya; sesungguhnya mereka sedang bernyanyi-nyanyi di sekeliling hadirat Allah bersama makhluk-makhluk samawi. Bagaimana dengan yang masih hidup di dunia? Tatkala menaikkan lagu, nyanyian kita tak pernah sempurna, tetapi kita tetap menaikkan pujian, berlandaskan keyakinan bahwa pujian kita itu selaras dengan yang dinaikkan oleh segenap isi surga. Justru dengan pujian, hati kita diangkat ke surga untuk dekat ke takhta Allah oleh kuasa Roh Kudus, dan dengan cara itu semakin mantaplah hati kita bahwa Allah akan berbicara kepada kita melalui pujian kita, juga bahwa Allah akan menerima doa-doa kita. Bahkan Allah Trinitas bernyanyi bersama kita. Contoh Doksologi “Praise God from Whom All Blessings Flow” “Puji Allah Bapa, Putra” karya terjemahan Thomas Ken 1637-1711 dari bahasa Perancis karya Louise Bourgeois ca. 1510-1561 yang tercantum dalam The Genevan Psalter,Praise God from whom all blessings flow;Praise Him, all creatures here below!Praise Him above, ye heav’nly host;Praise Father, Son and Holy PUJIAN DALAM LITURGI IBADAHKita perlu selalu mengingat, Allah perjanjian mendambakan persekutuan dengan umat-Nya. Dalam ibadah, persekutuan ini terwujud mengenai doa dan pujian. Pujian merupakan doa yang dinyanyikan. Para pemimpin dan perancang ibadah perlu peka dengan tempat pujian, dan selalu bertanya, 221Mengenal Nyanyian Gerejabagaimana nyanyian itu menolong jemaat untuk menaikkan doa kepada Allah? Bagaimana doa-doa umat dapat dinaikkan melalui pujian umat?Maka, di mana tempat pujian dalam liturgi ibadah? Liturgi selalu disusun menurut suatu alur logis, dan pujian mendukung alur tersebut. Ada gereja yang mengutamakan kesederhanaan alur dan mementingkan Liturgi Firman. Namun harus kita camkan selalu bahwa liturgi kadang-kadang menjadi sekadar urutan mata acara kebaktian, karena tidak jelas alur pikirnya. Liturgi yang baik dan benar disusun menurut logika kesaksian Alkitab yang utuh dan menyeluruh, yang kita kenal sebagai “sejarah penebusan” redemptive history. Sejarah penebusan dijabarkan dalam babak-babak penciptaan dan pemeliharaan, kejatuhan ke dalam dosa, anugerah, dan respons umat Allah untuk menjalankan misi hingga datangnya konsumasi—puncak sejarah alam semesta. Yang sangat penting, sejarah penebusan tersebut berpusatkan pada Yesus Kristus—Sang Firman yang menjadi daging dan diam di antara kita. Dengan kata lain, liturgi ibadah harus dapat membawa jemaat memahami bahwa mereka sedang berkumpul di sekitar Firman. Untuk tujuan itu, perancang ibadah perlu memahami siapa sedang berbicara kepada siapa.↓ Panah ke bawah, Allah berbicara kepada kita↑ Panah ke atas, kita berbicara kepada Allah↔ Panah horisontal, kadang-kadang kita berbicara kepada sesama jemaat22 Persiapan a. Warta jemaatb. Nyanyian perhimpunanBerkumpul di seputar Firmana. Panggilan beribadah ↓ ↔b. Nyanyian pujian ↑c. Salam ↓d. Doa puja atau doa perhimpunan umat collecta ↑e. Mazmur atau Himne pujian ↓ ↑ ↔f. Undangan pengakuan dosa ↓g. Doa pengakuan dosa atau ratapan dosa ↑ dituturkan atau dinyanyikan h. Jaminan pengampunan/Berita anugerah ↓i. Nyanyian pujian Gloria Patri ↑j. Tanda perdamaian ↓ ↔k. Ucapan syukur ↑l. Petunjuk hidup baru Hukum Taurat Baru ↓22Diadaptasi dari The Worship Sourcebook ed. E. Brink dan J. D. Witvliet; Grand Rapids Calvin Institute of Christian Worship; Grand Rapids Baker, 2004 25 serta E. Brink, “A Glimpse of Hymnology Praying Our Songs and Singing Our Prayers.” 222 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayananm. Dedikasi kemantapan ↑ ↔ dituturkan atau dinyanyikan Proklamasi Firmana. Leksionari ↓b. Doa epiklesis atau doa mohon ilham ↑ dituturkan atau dinyanyikanb. Pembacaan Alkitab ↓c. Khotbah ↓ Respons atas Firmana. Himne respons ↑b. Penegasan Iman Gereja ↔ ↑c. Doa umat ↑d. Persembahan ↑ ↔Pemeteraian Firmana. Deklarasi perjanjian Allah dan Undangan ↓b. Doa ucapan syukur ↑ atas penciptaan & pemeliharaan, penebusan, sursum corda, Doa Bapa Kamic. Memecahkan roti ↓d. Pelayanan perjamuan ↓ ↑ ↔e. Respons syukur ↑f. Mzm. 103 dituturkan atau dinyanyikanMenyaksikan Firman ke dalam duniaa. Panggilan untuk melayani Allah di dalam dunia atau Titah Pemuridan ↓b. Doksologi ↑ dinyanyikanc. Berkat Harun atau Berkat Rasuli bukan doa! ↓Himne dapat dijumpai di setiap bagian di dalam ibadah. Terkadang seluruh jemaat menyanyi, terkadang paduan suara menyanyi. Terkadang kita menyanyikan himne yang panjang, dengan beberapa bait, tetapi kadang-kadang kita menyanyikan lagu yang pendek dan sederhana. Pertanyaan yang mendasar adalah Bagaimana cara yang terbaik agar jemaat terlibat dalam dialog antara Allah dengan umat ibadah ini?HIMNE KEKINIAN DALAM IBADAHBagaimana dengan pernyataan kesaksian firman Tuhan, “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN . . .” Mzm. 981; bdk. Mzm. 333; 404; 961; 1449; 1491; Yes. 4210? Bukankah Kitab Suci menganjurkan kita untuk menyanyikan lagu-lagu yang baru? Benar sekali. Kita tidak perlu memutlakkan himne-himne kuno sebagai yang paling benar. “Amazing Grace” karya John Newton, misalnya, bukanlah karya utuh dari Newton. Ia hanya menulis liriknya, sementara lagu yang biasa kita dengar diambil dari lagu rakyat Amerika Serikat. Sebab itu, kita tidak dapat mengatakan bahwa lagu tersebut 223Mengenal Nyanyian Gerejaselaras dengan keinginan Newton. Demikian pun lagu Jerman “Ein’ feste Burg ist unser Gott” karya Martin Luther, berasal dari lagu rakyat Jerman yang biasanya dinyanyikan di pub-pub umum. Lagu-lagu itu termasuk kontemporer di zamannya, bahkan tergolong sekular. Tetapi, pertimbangan untuk memakai lagu baru kiranya bukan oleh karena rasa bosan dengan lagu-lagu lama. Prinsip yang harus kita ingat ialah, bukan karena selera dan juga bukan karena kebiasaan kita sejak sesungguhnya mengembalikan tempat dan posisi nyanyian rohani sebagai milik umat yang beribadah. Pada era sebelumnya, Abad Pertengahan atau Abad Kegelapan, nyanyian rohani Latin merupakan dominasi para cantor profesional yang diangkat khusus untuk melayani ibadah. Memang lagu-lagu diciptakan sangat indah dan inspiratif, tetapi menyanyi tak lagi diminati oleh umat. Umat pun menjadi Reformasi mendobrak kebiasaan ini dan menempatkan nyanyian sebagai milik jemaat, dengan menggubah lagu-lagu rohani dalam bahasa yang dimengerti umat bahasa ibu serta nada-nada yang dekat dengan kehidupan jemaat. Contoh peristiwa pada tahun 1501, Bohemian Brethren mengumpulkan nyanyian rohani sebanyak 80 buah, dan edisi kedua terbit pada tahun 1505 dengan koleksi lagu 400 himne. Pada tahun 1522, kaum ini menghubungi Luther, dan dengan keramahtamahan yang hangat Luther menyambut mereka, dan di kemudian hari lagu-lagu mereka dimasukkan dalam kitab kidung gubahan Luther. Namun, di sisi lain, para reformator melanjutkan beberapa kebiasaan di gereja Abad Pertengahan dan gereja-gereja kuno sebelumnya. Di gereja Huldreich Zwingli yang sangat radikal dan ketat itu, “Ave Maria” tetap dipertahankan. Sedangkan Calvin memiliki sumbangsih yang besar dalam perevisian pandangan mengenai Perjamuan Kudus serta penerbitan Nyanyian Mazmur. Ia mengundang komponis-komponis ternama di Eropa untuk memparafrasekan Mazmur dan mengisinya dengan nada-nada yang indah. Hasilnya, The Genevan Psalter 1562 merupakan kitab kidung standar gereja-gereja reformed dan dipandang sebagai buku lagu termasyhur, sebab paling sedikit ada 1000 edisi dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Calvin benar ketika memprioritaskan Mazmur sebagai Firman yang diilhamkan sendiri oleh Allah, dan hal ini selaras dengan pemahaman gereja PB yang tetap mempertahankan Mazmur, bahkan selaras dengan cita-cita Paus Gregorius Agung menjabat 590-604 M..25 Mengenai pengertian “kontemporer” di kala itu dan tiga abad sesudahnya sangat berbeda dengan sekarang. Meski terbilang kontemporer, para komponis 23Webber, Worship Old & New riset modern membuktikan bahwa nada-nada mazmur Gregorian memiliki akarnya pada nyanyian mazmur Yahudi Hopper, “Music and Musical” 1508. 224 Veritas Jurnal Teologi dan Pelayananzaman dulu saksama dalam menggubah lagu gereja, baik lirik, melodi maupun harmoni. Mereka mempertimbangkan patron dan pola sajak metrical, menulis syair yang mudah dipahami, dan nada-nada yang tepat dan kaya menurut jiwa syair. Contoh, “Amazing Grace” oleh John Newton, Amazing grace how sweet the sound,That saved a wretch like me;I once was lost but now am found,Was blind but now I lain adalah “O Love That Wilt Not Let Me Go” oleh George Matheson, O love that wilt not let me go,I rest my weary soul in Thee;I give Thee back the life I owe,That in Thine ocean depth its flowMay richer, fuller hal tersebut pada masa sekarang, yang tertinggal dari warisan di atas hanyalah kata-kata yang mudah dipahami. Memang, lirik lagu-lagu modern terkesan enteng. Lebih jauh dari itu, corak lirik lagu modern semakin sentimental, melankolis, individualistis bahkan terkesan erotis-sensual. Sebutan “Bapa” yang diajarkan Yesus sebagai sebutan baca gelar kerahiman Allah kepada segenap umat Allah—sehingga mereka menyapa “Bapa kami”—telah bergeser kepada pengalaman eksistensial-privat, “Bapa-ku.” Contoh“Bapa yang Kekal” oleh Julita ManikKasih yang sempurna telah kut’rima dari-Mu,Bukan kar’na kebaikanku, hanya oleh kasih karunia-Mu,Kau pulihkan aku, layakkanku tuk dapat memanggil-Mu b’ri yang kupinta saat kumencari kumendapatkan,Kuketuk pintu-Mu dan Kau bukakan,S’bab Kau Bapaku, Bapa yang kekalTakkan Kau biarkan, aku melangkah hanya sendirianKau selalu ada bagiku, s’bab Kau Bapaku, Bapa yang kekal. 225Mengenal Nyanyian Gereja“Ku Mau Cinta” Falling in Love oleh Robert dan Lea SutantoKaulah yang kurindukan, Kaulah yang kucinta;Tiada yang lain di hidupku selain Kau cinta Engkau, Yesus, lebih dalam kepada-Mu,Kumau cinta Engkau, Yesus, hanya kepada-Mu.“Untuk Kekasihku” oleh Robert LouisDi dalam hadirat-Mu, aku dan generasikuNyanyikan pujian, rindukan cinta-Mu;Dengarlah kekasihku ingin kukatakan kepada-Mu,Nikmatnya cinta-Mu lebih dari anggur Untuk kekasihku kub’rikan cintaku,Jadi tunangan-Mu, Tuhan, Yesus kekasihku,Sungguh kubahagia menjadi mempelai tidak sedikit pula nyanyian yang berlirik bombastis-triumphalis dan arogan. Contoh“Nama Yesus” oleh Ir. Erwin Badudu dan Franky SihombingBangkit, s’rukan nama Yesus; maju, nyatakan kuasa-Nya;Kita buat Iblis gemetar, kalahkah tipu dayanya,Dengan kuasa Yesus, menara yang kuat, Nama Yesus kota benteng yang teguh,Nama Yesus kalahkan semua musuh,Nama Yesus di atas s’galanya.“Allah Bangkit” oleh Ir. Lukas H. dan Theresia AgeKerahkanlah kekuatan-Mu, ya Allah,Tunjukkan kuasa-Mu, ya Tuhan,Serakkan musuh-Mu, s’lamatkanlah umat-MuAllah dahsyat di tempat kudus-Nya. 226 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananAllah bangkit, bersoraklah!Allah bangkit, bernyanyilah!Musuh dikalahkan, umat-Nya dibebaskanAllah dahsyat di tempat kudus-Nya!Pada beberapa lagu, logika siapa berbicara kepada siapa kian tidak jelas. Demikian pula kandungan bobot teologis yang rancu dan kontradiktif nampak Contoh“Kasih Allahku Sungguh T’lah Terbukti”Kasih Allahku sungguh t’lah terbukti,Ketika Dia serahkan Anak-Nya,Kasih Allah mau berkorban bagi kau dan aku,Tak ada kasih seperti bersyukur, bersyukurlah, Bersyukur kar’na kasih setia-Mu,Kusembah, kusembah, kusembah dan kusembah,S’lama hidupku kusembah Kau Tuhan.“Bapa, Lembutkanlah Hatiku” Bapa, lembutkanlah hatiku, tuk dapat lebih mengasihi-Mu,Bapa, bentuklah diriku, untuk dapat menjadi mengerti rencana-Mu di dalam hidupku,Jadikan aku semakin indah, di kasih, Yesusku, t’rima kasih Yesusku, Puji syukur hanya bagi Tuhanku.“Kau Telah Memilihku” oleh Ir. Nico Nyotoraharjo Kau telah memilihku, sebelum dunia dibentuk, Betapa aku bersyukur pada-Mu, ya Tuhan, Allahku,Kau telah memilihku sebagai alat K’rajaan-MuBetapa aku bersyukur pada-Mu atas jadi, efek ini dipicu oleh penemuan gitar dan alat-alat musik elektronik yang mudah dipakai dan dimainkan, sehingga ilham bisa datang kapan saja, tepat ketika sang komponis memain-mainkan alat musik tersebut. 227Mengenal Nyanyian GerejaJadikan aku bait Suci-Mu yang kudus dan yang tiada bercela;Jadikan aku mezbah doa-Mu, bagi keselamatan bangsaku.“Jadikanku Rumah Doa” oleh Ir. Nico Nyotoraharjo dan Ir. Djohan HandojoKubawa hidupku s’karang, ke tempat kudus-Mu, Tuhan,Di mezbah-Mu kuserahkan seluruh hatiku s’karang dengan urapan yang baru,Agar aku lebih lagi mendengar aku, Tuhan, rumah doa-Mu,Agar semua suku bangsa datang pada itu, kita patut menaikkan syukur kepada Allah, sekalipun banyak komponis yang telah meninggalkan kaidah himne yang benar, serta membuat enteng syair dan kandungan teologis lagu-lagu, masih terdapat komponis-komponis kontemporer yang menggubah nyanyian-nyanyian gerejawi secara serius dan benar dalam kandungan teologisnya. Contoh“Majesty” [“Mulia, Sembah Raja Mulia”] oleh Jack W. Hayford Majesty, worship his majesty,Unto Jesus be all glory, honor and praise,Majesty, Kingdom authorityFlow from His throne, unto His own, His anthem exalt, lift up on high, the name of Jesus,Magnify, come glorify Christ Jesus the King!Majesty, worship his majesty,Jesus who died, now glorified, King of all kings!“Meekness and Majesty” oleh Graham KendrickMeekness and majesty, manhood and deity,In perfect harmony, the man who is GodLord of eternity, dwells in humanity,Kneels in humility and washes our feet. 228 Veritas Jurnal Teologi dan PelayananO what a mystery—meekness and majesty;Bow down and worship, for this is your God,This is your God!“Besar dan Ajaiblah Karya-Mu” oleh Ir. Nico NyotoraharjoBesar dan ajaiblah karya-Mu,Adil dan benarlah jalan-Mu,Raja s’gala bangsa yang mahakuasa,Mulia segala bangsa sujud kepada-Mu,S’bab Kau Allah yang kudus, layak besar bagi gereja modern adalah menjadikan ibadah gerejawi informal. Tetapi hendaklah kita berhati-hati, sebab informalitas tidak ada kait- mengaitnya dengan berita injil Kristen, tetapi jelas bertalian erat dengan semangat zaman. Ketika informalitas menjadi norma, maka gereja sedang berada di ambang bahaya besar, sebab hal ini merupakan tanda bahwa jemaat semakin jauh dari tuntutan injil mengenai bagaimana penataan ibadah yang benar. Wright mengingatkan kita, “We must, then, resist the culture-driven pressure to informality. Informality has its place, but it is not the be-all and end-all, and of itself has nothing to specific to do with the gospel.”27Saran IPatut disayangkan, banyak gereja pada masa sekarang telah menjadi sangat asing dengan Nyanyian Mazmur. Bahkan gereja-gereja reformed sendiri kian sedikit yang menyanyikannya dalam ibadah. Nampaknya perlu mengembalikan Nyanyian Mazmur ke dalam gereja! Sebab Mesias Yesus sangat mencintai Mazmur. Gereja perdana di PB meninggikan Mazmur. Gereja reformasi memulihkan tempat Mazmur, jadi mengapa kita tidak membawa kembali nyanyian yang indah ini ke dalam gereja kita, bila kita ingin disebut sebagai gereja yang mengikut jejak Sang Mesias? Ciptakan nada-nada indah untuk Mazmur, seperti pada zaman Calvin di “Freedom and Framework” 14. 229Mengenal Nyanyian GerejaSaran IIBagi para perancang kebaktian, nampaknya perlu segera mengadakan seleksi yang ketat terhadap nyanyian-nyanyian gerejawi. Harus kita sadari bersama, lagu-lagu yang “menguasai pasar” adalah lagu-lagu kontemporer yang mudah diakses melalui kaset-kaset dan kebaktian-kebaktian di gereja-gereja baru yang biasanya menarik banyak pengunjung dan pelanggan, sehingga gampang sekali dipelajari dan dihafalkan. Hal ini secara langsung atau tidak membentuk imaji bayangan dalam pikiran banyak orang Kristen bahwa lagu-lagu seperti itulah yang benar dan sesuai untuk dipakai dalam kebaktian pada masa kini. Segi isi teologi dan pengajaran III Dalam pada itu, para komponis himne juga harus memacu dirinya dan mempelajari kaidah-kaidah sebuah himne yang dinyanyikan dalam ibadah. Baik aturan maupun kandungan pengajaran di dalamnya. Tak perlu “Baratisasi” alias berkiblat kepada gaya Barat, meskipun banyak kidung indah memang tercipta dari belahan dunia tersebut. Hal ini bukan untuk membatasi kreativitas, tetapi justru memotivasi para komponis Kristen lokal untuk menghasilkan karya-karya terbaik, bermutu tinggi dan bernilai kekal—tidak mudah dilupakan oleh generasi-generasi berikutnya. Terpujilah Allah! ... Beberapa orang mengatakan bahwa nyanyian himne itu membosankan dan kuno seperti hidup pada zaman yang sangat lampau pada saat ini. Padahal nyanyian himne mempunyai pesan yang sangat besar bagi kehidupan orang percaya Sasongko, 2007. ...Jhonnedy Kolang Nauli SimatupangThe purpose of this research is to see and provide an understanding of the existence of a hymn in the liturgy of Christian worship today, both hymns and contemporary hymns, and the meaning of the hymn "Mengikut Yesus Keputusanku." A qualitative research method is used through a literature review in writing this scientific work. The results of this research are as follows. First, as church music grows in the liturgy of worship, it can be noted that whether or not the hymns of hymns are a little less, added several church denominations are coming to comfortable with the use of contemporary praise in the liturgy of worship, second, the "Mengikut Yesus Keputusanku." Praise is one of the great testimonies of those who sing this praise, regardless of this praise, it is a form of faith that one believes in God to this day, even this praise continues to grow with various translations and insights. Third, the presence of contemporary music and the praise of hymns should be combined into God. Mathias AdonAlphonsus Tjatur RaharsoThe involvement of Catholics in socio-political life in Indonesia is getting dimmer. The appreciation of the people's faith tends to be focused on inward fellowship, not outward. Whereas the call to become Catholics in Indonesia demands the active involvement of all communities as a contribution to the wealth of the nation's pluralism. This is influenced by the liturgical life which does not touch the struggles of daily life. The liturgy seems to return to Old Testament worship which distances people from celebrations, and worship seems to be a special business for the clergy. The true liturgy is a celebration of the entire community so that it becomes the source and peak of the Christian life. Therefore, this study aims to make the liturgy a celebration of all the people as stated in the Canon Law of the Catholic Church Canon 837. In this way, liturgical celebrations bring renewal of people's lives so that people are increasingly called to manifest their faith through their involvement in socio-political life in Indonesia. This research uses literature study from the perspective of phenomenology. This study found a link between the people's active participation in the liturgy and their involvement in community Kumala SariMengubah lirik lagu nyanian sekuler menjadi nyanyian rohani yang dinyanyikan juga dalam ibadah sedang terjadi di kalangan gereja masa kini. Hal tersebut dapat dilakukan oleh gereja dengan tujuan untuk mewartakan kasih Allah. Namun demikian gereja tetap perlu mempertimbangankan dua sikap etis yaitu pertama, meminta izin terlebih dahulu dengan pemilik hak cipta; kedua, lirik lagu yang telah diubah tidak dinyanyikan dalam ibadah di gereja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif dengan analisa interaktif yaitu penggumpulan data literatur pustaka, penyajian data, reduksi data dan penarikan has not been able to resolve any references for this publication.

liturgi adalah nyanyian untuk memuji